NII Adalah Organisasi Terlarang yang Berdiri Tahun 1949, Ingin Gulingkan Pemerintah Jokowi


 Negara Islam Indonesia (NII) kembali menjadi perhatian publik akhir-akhir ini.

Hal itu setelah Detasemen Khusus (Densus) 88 Anti Teror Polri menangkap 16 orang tersangka terduga teroris NII di Sumatera Barat pada Senin (18/4/2022) lalu.

Setelah dilakukan pendalaman, gerakan yang dibentuk pada 1949 ini diduga memiliki misi untuk melengserkan pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Lantas siapakah NII dan bagaimana sepak terjangnya?

Dikutip dari Kompas.com, NII pertama kali diprakarsai oleh Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo atau SM Kartsoewirjo.

Kartsoewirjo adalah tokoh Islam Indonesia yang memimpin pemberontakan Darul Islam melawan pemerintah Indonesia sejak 1949 hingga 1962.

Alasan Kartosoewirjo melakukan perlawanan ini adalah karena rasa kecewanya terhadap pemerintah pusat Indonesia.

Oleh sebab itu, untuk melampiaskannya, ia mendirikan Negara Islam Indonesia sebagai bentuk perlawanannya pada 7 Agustus 1949.

Awal Mula Pendirian hingga Kuasai Tiga Daerah

Awalnya pada tahun 1945-1949, Kartosoewirjo turut terlibat aktif dalam masa perang kemerdekaan Indonesia.

Namun, sikap kerasnya membuat Kartosoewirjo kerap bertolak belakang dengan pemerintah.

Ia sempat menolak pemerintah pusat agar seluruh Divisi Siliwangi melakukan long march ke Jawa Tengah.

Perintah long march tersebut merupakan konsekuensi dari Perjanjian Renville.

Perjanjian Renville ini dibentuk hanya untuk mengelabui orang-orang penting agar bersedia patuh terhadap Hindia Belanda.

Oleh sebab itu, Kartosoewirjo menolak dengan tegas semua perjanjian yang diadakan dengan Belanda.

Karena rasa kecewanya terhadap pemerintah pusat, Kartosoewirjo bertekad untuk membentuk Negara Islam Indonesia (NII).

Beberapa daerah yang menyatakan menjadi bagian dari NII adalah Jawa Barat, Sulawesi Selatan, dan Aceh.

Terbentuknya NII kemudian memancing reaksi dari pemerintah Indonesia dengan menjalankan operasi untuk menangkap Kartosoewirjo.

Tidak ingin tinggal diam, Kartosoewirjo mengerahkan pasukannya dengan melakukan perang gerilya melawan pemerintah.

Kartosoewirjo memimpin pemberontakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia di Jawa Barat.

Selama tahun 1950-an, karena lemahnya pemerintah pusat dan koordinasi militer yang kurang baik memungkinkan Darul Islam untuk berkembang.

Mereka menguasai sepertiga Jawa Barat, bahkan melancarkan serangan sampai ke pinggiran Jakarta.

Alami Kekalahan Perang hingga Pendirinya Ditembak Mati

Pada 1959, Kartosoewirjo yang dianggap pemberontak berhasil dikepung oleh militer Indonesia di semua pangkalan gunung gerilyawan hingg memotong jalur pasukan dan pelarian mereka. 

Pasukan NII diminta untuk memilih antara menyerah atau tewas di tempat.

Menanggapi perlawanan tersebut, Kartosoewirjo menyatakan Perang Total tahun 1961, di mana gerilyawan DI menggunakan taktik terror dan bandit terhadap warga sipil.

Ia juga mengirimkan salah seorang anggotanya pada Mei 1962 untuk melakukan upaya pembunuhan terhadap Soekarno saat ia sedang salat Idul Adha.

Namun, rencananya tersebut gagal. Juni 1962, Kartosoewirjo berhasil ditangkap di tempat persembunyiannya di Gunung Geber dekat Garut.

Ia pun mengeluarkan perintah kepada para pengikutnya untuk menyerah.

Akhirnya, pada Agustus 1962, pasukan DI di Jawa Barat yang beroperasi di Gunung Ciremai menarik mundur pasukannya.

Kartosoewirjo diadili oleh pengadilan militer dan dinyatakan bersalah atas pemberontakan dan percobaan pembunuhan Presiden Soekarno.

Ia dijatuhi hukuman mati dengan ditembak pada 5 September 1962.

Sempat Pecah Jadi Dua hingga Pindah ke Malaysia

Mantan Panglima NII yang telah kembali membela NKRI, Ken Setiawan, menceritakan bagaimana NII bertahan setelah kematian Kartosoewirjo.

Menurutnya, ketika Kartosuwiryo gagal melancarkan aksinya, organisasinya kemudian pecah menjadi dua.

Salah satunya dibawa oleh Abu Bakar Ba’asyir dengan niat untuk meneruskan nilai dari Kartosuwiryo.

Namun, mereka akhirnya diusir karena bentrok dengan aparat.

"Akhirnya, mereka pindah ke Malaysia, ketemulah dengan dr. Azhari dan Noordin M. Top. Dari sana mereka diajak ke Afghanistan, ketemu lagi dengan Osama Bin Laden."

"Melalui Osama Bin Laden inilah doktrin untuk memerangi kafir mulai muncul, yang kala itu konteksnya memerangi Amerika dan sekutunya," ujar Ken dalam diskusi bertema 'Deradikalisasi' di Multimedia UGM pada Sabtu (4/11/2019) lalu, dikutip dari laman resmi UGM.

Hingga kini, lanjut Ken, doktrin tersebut terus hidup di Indonesia dan penyebarannya juga masih terus berlangsung.

Kini Berusaha Melengserkan Pemerintahan Jokowi

Terbaru, Kabagbinops Densus 88 AT Polri, Kombes Pol Aswin Siregar mengatakan, dari pengembangan penangkapan 16 terduga tersangka teroris di Sumbar itu, ditemukan berbagai barang bukti.

Di antaranya adanya upaya NII ingin melengserkan pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebelum pemilu 2024.

"Barang bukti yang ditemukan menunjukkan sejumlah rencana yang tengah dipersiapkan oleh jaringan NII Sumatera Barat, yakni upaya melengserkan pemerintah yang berdaulat sebelum pemilu 2024," kata Aswin dalam keterangannya, Senin (18/4/2022), dikutip dari Tribunnews.

Aswin mengatakan, penggulingan itu juga diikuti sejumlah rencana aksi teror yang berpotensi menimbulkan ancaman kepada masyarakat.

Para terduga teroris itu disebut telah mempersiapkan senjata sajam (sajam) berupa golok untuk melancarkan aksi teror.

"Di antara sekian rencana tersebut, terdapat potensi ancaman berupa serangan teror yang tertuang dalam wujud perintah mempersiapkan senjata tajam (disebutkan ‘golok’) dan juga mencari para pandai besi," ungkapnya.

"Adapun temuan alat bukti arahan persiapan golok tersebut sinkron dengan temuan barang bukti sebilah golok panjang milik salah satu tersangka," tambahnya.

Aswin tak menjelaskan lebih lanjut upaya yang akan dilakukan NII untuk merebut kekuasaan sebelum Pemilu 2024.

Dia hanya menjelaskan kelompok tersebut hingga saat ini masih menganut pemikiran NII era Kartosuwiryo, yakni ingin mengganti ideologi Pancasila dan sistem pemerintahan Indonesia saat ini dengan syariat Islam, sistem khilafah dan hukum Islam.

"Dari sejumlah barang bukti yang ditemukan dalam bentuk dokumen tertulis menunjukkan bahwa jaringan NII di Sumatera Barat memiliki visi-misi yang sama persis dengan NII Kartosuwiryo," kata Aswin.

Posting Komentar

0 Komentar