Catat, Pemerintah Pastikan Pasal Penodaan Agama di RKUHP Tidak Akan Menjadi Pasal Karet!

Juru bicara Sosialisasi Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Albert Aries memastikan, Pasal penodaan agama dalam RKUHP tidak akan menjadi pasal karet. Ia menyebut pasal tersebut sudah banyak mengalami penyesuaian.

Aries menyebut masyarakat tidak perlu mengkhawatirkan pasal tersebut menjadi pasal karet. Sebab, kata dia, pasal tersebut sudah disesuaikan dengan hukum perjanjian internasional.

"Pasal 302 RKUHP sudah disesuaikan dengan Konvensi Internasional Hak Sipil Politik (ICCPR)," kata dia pada Ahad, 23 Oktober 2022.

Aries menambahkan yang termaktub sebagai penodaan agama dalam Pasal 302 RKUHP adalah perbuatan yang menimbulkan permusuhan. Oleh sebab itu perbuatan yang bersifat objektif, sesuai ilmiah, dan disertai usaha menghindar dari penghinaan maka tidak akan terkena sanksi pidana.

"Yang dimaksud dalam pasal tersebut adalah ujaran kebencian, perbuatan permusuhan, dan hasutan untuk melakukan kekerasan pada agama dan keyakinan tertentu," kata Aries.

Di sisi lain, Aries juga menanggapi isu potensi tumpang tindih dari Pasal Hukum Adat atau Living Law dalam RKUHP. Ia berkata yang dimaksud dalam Pasal 2 Ayat 1 RKUHP adalah hukum adat, hukum yang diakui negara dan berlaku sepanjang delik adat tersebut berlaku dan tidak ada padanan pengaturannya dalam RKUHP.

"Jadi tidak akan tumpang tindih karena memang pengaturannya tidak ada dalam KUHP," ujar dia.

Pemerintah tetap mengatur soal penodaan agama dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang draf finalnya diserahkan ke DPR pada Juli 2022 lalu. Dalam draf final ini, pelaku penista agama diancam pidana penjara lima tahun.

"Setiap orang di muka umum yang: melakukan perbuatan yang bersifat permusuhan; menyatakan kebencian atau permusuhan; atau menghasut untuk melakukan permusuhan, kekerasan, atau diskriminasi, terhadap agama, kepercayaan, orang lain, golongan, atau kelompok atas dasar agama atau kepercayaan di Indonesia dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V," bunyi pasal 302 RKUHP.

Pasal 304 selanjutnya mengatur ancaman pidana penodaan agama melalui teknologi informasi. Pelaku tindak pidana ini juga diancam hukuman penjara maksimal lima tahun.

Sementara ancaman hukuman bagi orang yang mengajak orang lain tidak beragama, dua tahun penjara. Jika disertai kekerasan, pelaku akan mendapatkan hukuman yang lebih berat.


 

Posting Komentar

0 Komentar