Jumlah Angka Kematian Ibu (AKI) Jawa Tengah pada 2022 mengalami penurunan cukup signifikan dari tahun sebelumnya.
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah mencatat sepanjang 2022 terjadi 84,6 kasus kematian ibu melahirkan per 100.000 kelahiran hidup. Jumlah tersebut jauh menurun dibandingkan pada 2022 sebanyak 199 kasus, sehingga jika dihitung penurunan mencapai sekitar 57 persen.
"Lonjakan jumlah AKI di Jateng tersebut dimulai pada 2020 saat Pandemi Covid-19 mulai masuk Indonesia di mana terjadi 98,6 kasus. Naik tajam dibandingkan pada 2019 di mana hanya terjadi 76,93 kasus," jelas Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinkes Jateng, Yuni Rahayuningtyas saat dikonfirmasi, Selasa (21/2).
Menurut Yuni, paparan Covid-19 memberi kontribusi terhadap jumlah kasus kematian ibu melahirkan sebanyak 12,2 persen pada 2020, serta 55 persen pada 2021. Yuni juga menambahkan upaya yang dilakukan Dinkes Jateng untuk menurunkan AKI di antaranya melalui keluarga yang memanfaatkan para kader kesehatan yang ada di tiap desa.
"Kami tekankan kepada para kader kesehatan untuk mengedukasi keluarga ibu hamil. Kami minta memperhatikan beberapa hal seperti kondisi kesehatan bumil yang ada di rumah mereka," tambahnya.
Selain meminta untuk memerhatikan kondisi kesehatan bumil, Dinkes Jateng melalui para kader kesehatan juga mengimbau pihak keluarga bumil untuk menyiapkan bank darah guna antisipasi bila terjadi pendarahan saat proses melahirkan.
"Bank darah kami sarankan berasal dari anggota keluarga yang memiliki golongan darah yang sama dengan si bumil," lanjut Yuni
Upaya untuk melakukan peningkatan kualitas di fasilitas kesehatan di Puskesmas dan rumah sakit juga dilakukan oleh Dinkes Jateng. Yuni menjelaskan Dinkes Jateng melakukan peningkatan kualitas tenaga kesehatan dengan memberikan pelatihan. Selain itu, ketersedian logistik berupa vitamin dan obat- obatan di Puskesmas dan rumah sakit juga ditambah.
Di sisi lain, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengapresiasi keberhasilan capaian pembangunan kesehatan, terutama penurunan AKI yang dilakukan secara bergotong royong oleh banyak pihak. Namun, Ganjar mengingatkan, tetap masih ada indikator yang harus dikejar, di antaranya HIV/AIDS, TBC, dan kusta. “Itu tidak cukup. Maka beberapa yang masih harus dicari, harus kita kejar lagi, seperti stunting. Kemudian Open Defecation Free (ODF), kondisi di mana individu tidak buang air sembarangan, kami kejar. Buang air, ya, di jambanlah. Masak zaman sekarang buang air di kali. Kemudian kami masih kejar yang berpenyakit HIV/AIDS, TBC, kusta, ini yang kami kejar,” kata Ganjar.
Ganjar juga meminta agar kepala daerah di Jateng tidak malu mengakui kondisi kesehatan warganya. Sebab, malu mengakui sama saja membiarkan kondisi yang semestinya harus segera ditangani. “Kadang-kadang kita malu tidak mau mengakui. Maka yang terjadi adalah membiarkan kondisinya tanpa mengambil kebijakan yang bisa mengatasinya. Malu? enggak usah malu, ” pungkas Ganjar.
0 Komentar