Pengamatanku kembali melanglang
buana. Setelah pagi kemarin dihebohkan dengan kejadian penangkapan sekjen
Nasdem oleh KPK, kini pagi cerah datang dari Manado. Ganjar Pranowo hadir di
tengah-tengah warga Manado yang menyambutnya dengan penuh kehangatan.
Kali ini masih dalam rangka
silaturahmi, tak hanya berolahraga saja tapi Ganjar juga menyambangi beberapa
tempat di sana.
Sedikit kontras sih jika
melihat kesuraman kemarin dengan berita capres Nasdem yang ikutan panik, karena
sekjen mereka diborgol sebagai tersangka pidana korupsi. Sedangkan hari ini
full senyum datang dari warga Manado yang menyambut Ganjar Pranowo.
Capres paling toleransi,
begitulah yang kusematkan padanya. Jangan katakan aku hanya memujinya, tidak
kawan, ada dasar aku menyampirkan ketoleransian padanya. Coba lihat disaat dua
capres lainnya hanya berkutat mencari dukungan, Ganjar justru menyuarakan
tindakannya sebagai pemimpin yang merangkul semua warganya.
Tidak hanya satu, tapi semua
umat beragama di negara ini. Salah satunya di Manado yang mayoritas beragama
Nasrani. Tidak asing buat Ganjar untuk berbaur di sana, karena pada dasarnya ia
menjadi bapak toleransi dari Jateng.
Ia kerap dihampiri para pemuka
agama di Indonesia, dan komunitas keagamaan lainnya. Beberapa bulan yang lalu,
puluhan pendeta mendatangi Ganjar untuk belajar dan berbagi cerita di provinsi
Jateng yang terkenal akan toleransinya.
Tak hanya menyampaikan
apresiasi dan aspirasi, mereka juga ingin belajar nyantri di Jateng. Bisa
kubayangkan jika toleransi tumbuh dengan pesat seperti ini, niscaya kerukunan
akan terus hinggap di tubuh NKRI.
Lalu kenapa Jawa Tengah menjadi
provinsi yang terkenal akan rasa tenggang rasanya?
Seperti yang disuarakan pendeta
dari Maluku tadi, Ganjar adalah kepala daerah yang merangkul semua rakyatnya
tanpa melihat asalnya dan keturunannya apa. Setiap acara besar, dia kerap
mendatangkan pemuka agama di satu tempat. Entah untuk diskusi, mendengarkan
tausiyah kebangsaan, maupun kegiatan berbagi.
Keakraban dengan para pemuka
agama bukan satu-satunya yang dilakukan Ganjar untuk merangkul semua warganya.
Kepedulian Ganjar juga nampak dari program yang ia jalankan, yakni salah satunya
pembagian insentif bagi guru agama non formal di setiap rumah ibadah.
Jumlahnya mencapai Rp 277
miliar di tahun 2023 ini. Tidak hanya satu sumber yakni melalui APBD saja, ada
dana keagamaan yang sumbernya dari penggalangan zakat melalui gaji ASN di Baznas.
Bagaimana memupuk rasa tenggang
rasa ini nyatanya tidak hanya disalurkan lewat program atau kebijakan saja,
tapi juga keseharian Ganjar. Disela-sela kesibukannya bekerja, ia
menyenggangkan waktu di hari-hari besar untuk berbagi kasih sekaligus menjalin
silaturahmi antar umat.
Seperti saat Ramadhan kemarin,
menyambut paskah Ganjar dan istri mengunjungi lansia di Panti Wreda Dharma
Bakti. Disana Ganjar berbagi kebahagiaan dengan para lansia, saling memberi
support dan bercengkerama membicarakan keseharian mereka bersama para perawat.
Kesadaran menumbuhkan toleransi
di Solo juga ditemukan tatkala Ganjar mengecek persiapan paskah. Ia diberi tahu
pengurus, bahwa mereka juga menyediakan takjil untuk kebutuhan berbuka puasa
umat islam yang digelar di halaman Gereja.
Tak heran bukan para pendeta
dari Maluku tadi menyuarakan apresiasinya terhadap gubernur satu itu, yang
telah membawa Jateng menjadi provinsi dengan toleransi tinggi. Dari situlah, 10
kota bertoleransi tinggi di Indonesia, 4 diantaranya ada di Jawa Tengah yakni
Salatiga, Surakarta, Semarang, dan Magelang.
Dari penilaian SETARA Institute
ini, Ganjar berharap kota-kota lain dapat menyusul untuk menjunjung tenggang
rasa dalam segala perbedaan yang ada. Untuk memasifkan itu, Ganjar meresmikan
Rumah Pembauran yang berdiri di Semarang.
Tidak hanya satu daerah, tidak
pula datang dari satu suku maupun satu ras saja. Rumah Pembauran yang digagas
Forum Pembauran Kebangsaan (FPK) Jateng itu menghadirkan warga dari Maluku,
Nias, NTT, dan lainnya.
Lewat Rumah Pembauran, Ganjar
berharap toleransi semakin tumbuh subur di Jateng. Pada kesempatan itu, ia
menyerukan indahnya perbedaan, yang membuat persaudaraan kita semakin berwarna.
Disanalah, pemimpin satu itu
menyuarakan persatuan Indonesia. Apa yang dilakukan Ganjar di Jateng itulah
yang juga diterapkan saat berkunjung ke Manado, kota yang dihuni banyak umat
kristiani.
Bhinneka Tunggal Ika gemerlap
tatkala Ganjar bercengkerama dengan para biarawati di St. Theresia Tomohon.
Darahku berdesir melihat senyum yang terpancar dari wajah mereka, hatiku
membuncah karena dari interaksi mereka inilah kerukunan tercipta.
Jika dalam Paskah kemarin
Ganjar berbagi kasih di kota toleransi yang ada di Jateng yakni Solo, kali ini
Ganjar juga berbagi cerita dan kebahagian tenggang rasa di Manado dan daerah di
sekitarnya.
0 Komentar