Ganjar Pranowo menjadi
sorotan publik setelah Megawati Soekarnoputri, Ketua Umum Partai Demokrasi
Indonesia Perjuangan (PDI-P), menunjuknya sebagai calon presiden untuk
Pemilihan Presiden (Pilpres) tahun 2024.
Ganjar bukanlah figur baru dalam konteks Pilpres 2024 mendatang.
Ganjar Pranowo beberapa kali meraih peringkat teratas dalam hasil survei, selalu masuk dalam tiga besar elektabilitas calon presiden.
Namun, popularitasnya sebagai
calon presiden bukanlah sekadar kebetulan.
Ganjar memiliki karier
politik yang panjang dan perjalanan hidup yang penuh tantangan untuk mencapai
posisinya saat ini.
Sebagai contoh, Ganjar lahir
di Karanganyar pada tanggal 28 Oktober 1968 dalam keluarga sederhana.
Menurut Kompas.id, keluarga
Ganjar dapat dikatakan hidup dalam kondisi ekonomi yang sulit.
Ayahnya, S Parmudji, adalah
seorang polisi dengan pangkat rendah, sementara ibunya adalah seorang ibu rumah
tangga. Ganjar tumbuh besar di Karanganyar.
Ia mengenyam pendidikan di
Sekolah Dasar Negeri 02 Tawangmangu, kemudian sempat pindah ke SDN 1 Kutoarjo
dengan alasan perpindahan dinas ayahnya.
Ia beranjak remaja dengan
mengenyam pendidikan di Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Kutoarjo yang kini
menjadi SMPN 3 Kutoarjo.
Saat remaja inilah, Ganjar
sempat membantu ibunya berjualan bensin eceran di toko kelontong sederhana
milik ibunya untuk membantu perekonomian keluarga.
Lulus SMP, Ganjar remaja
melanjutkan perjalanan akademiknya di Yogyakarta dengan bantuan kakak tertuanya
Kunto dan kakak iparnya, Ika.
Ia masuk Sekolah Menengah
Atas (SMA) 1 BOPKRI Yogyakarta. Dari sini, jiwa aktivis dan kepempimpinan
Ganjar mulai terlihat.
Ganjar aktif berorganisasi,
masuk PMR, Pramuka, termasuk OSIS.
Lulus SMA, ia kemudian
memantapkan diri melanjutkan kuliah di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada.
Awal karier politik
Ganjar Kecintaannya terhadap
organisasi semakin terlihat saat berstatus sebagai mahasiswa.
Dia menjadi anggota pers
mahasiswa, masuk dalam Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), dan aktif
sebagai mahasiswa pecinta alam.
Saat masih jadi mahasiswa
itu pula Ganjar bergabung sebagai kader PDI-P di tahun 1992.
Ia memilih PDI-P karena
dinilainya sebagai antitesis dari rezim Presiden Soeharto.
Ia kemudian lulus bergelar
sarjana hukum pada 1995.
Selanjutnya, Ganjar mencoba
peruntungan sebagai konsultan pengembangan sumber daya manusia (SDM) di sebuah
perusahaan swasta.
Karier profesionalnya di
bidang konsultan dia setop di tahun 1999.
Kemudian, Ganjar memantapkan
diri menekuni politik praktis pada tahun 2002.
Ganjar saat itu mendapat
kesempatan menjadi Deputi I Badan Pendidikan dan Pelatihan Pusat (Badiklatpus)
PDI-Perjuangan.
Ganjar juga menjadi anggota
Bidang Penggalangan Panitia Pemenangan Pemilu Pusat pada tahun berikutnya.
Mulai tempati jabatan publik
Setelah dua tahun menekuni politik praktis, Ganjar ditugaskan menjadi anggota
DPR-RI dari Fraksi PDI-P periode 2004-2009.
Dari sini, kariernya moncer.
Sebagai anggota DPR RI partai oposisi, Ganjar lihai mengkritik pemerintahan
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Pada Februari 2005, Ganjar
Pranowo, bersama rekannya Agus Tjondro menggulirkan kritik keras kepada
Presiden SBY karena dianggap tidak melaksanakan UU Nomor 36 Tahun 2004 tentang
APBN tahun 2005 (Kompas, 28/2/2005).
Ganjar juga tak ragu
mengkritik lembaga tempatnya bernaung, salah satu contohnya adalah ketika DPR
berlarut-larut gagal menyepakati dua materi dalam RUU Pemilu Anggota DPR, DPD,
dan DPRD pada Februari 2008.
Ganjar kemudian kembali menduduki
kursi DPR pada periode 2009-2013.
Di sini, dia mematangkan
kritikan periode kedua kepemimpinan SBY, salah satunya terlibat menjadi tim ad
hoc DPR untuk mengusut kasus Bank Century.
Habis masa jabatannya di
DPR, Ganjar ditugaskan PDI-P maju dalam pemilihan Gubernur Jawa Tengah periode
2013-2018.
Saat itu, Ganjar dipasangkan
dengan Heru Sudjatmoko yang sebelumnya menjabat sebagai Bupati Purbalingga.
Dia menang dengan suara
48,82 persen rakyat Jawa Tengah, meninggalkan petahana Bibit Waluyo-Sudijono Satroatmodjo
yang memperoleh 30,26 persen suara.
Kata Ganjar, kemenangannya
didorong tiga faktor; kekuatan partai yang solid dan efektif, dukungan
sukarela, dan kehendak masyarakat yang ingin perubahan.
Pada Pilkada periode
keduanya, Ganjar menang 58,78 persen suara dibandingkan pesaingnya Sudirman
Said-Ida Fauziah.
Selama menjabat di jabatan
publik itu, Ganjar mendapat sejumlah penghargaan, di antaranya Anugerah Pataka
Paramadhana Utama Nugraha Koperasi 2013, Kepala Daerah Inovatif untuk kategori
layanan publik di tahun 2014.
Ia juga
menjadi tokoh media radio Jawa Tengah (2015) dan pemerintah daerah dengan
tingkat kepatuhan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) terbaik
dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 2017.
0 Komentar