Jangan ngaku anak muda, kalau nggak pernah main ke rumah teman. Hehehe, rumahku sering dijadikan jujugan atau bahasa gaulnya basecamp buat kumpul-kumpul. Jadi ramai sudah biasa menghinggapi rumahku.
Setelah pada bubar jalan, ibuku mulai mengeluarkan penilaiannya tentang masing-masing dari mereka. Syukurnya penilaian ibuku tidak bermuatan negatif, karena memang dasarnya si ibu suka keramaian, kalo sepi nggak seru dong.
Ada yang dibilang lucu, menggemaskan, santun, humble, punya selera humor tinggi, dan masih banyak lagi. Aduh itu baru teman ya, belum nanti kalau dihadapkan dengan calon suami. Penilaiannya bukan yang menye-menye lagi, tapi langsung attitudenya dan bagaimana first impressionnya.
Ya keadaannya persis seperti sekarang ini, ketika menjelang pesta demokrasi. Masing-masing kandidat harus kesana-kemari memperkenalkan diri, membawa tujuan apa saja dalam kunjungannya. Sekarang yang menjadi pusat perhatian ada tiga capres yang namanya selalu menghiasi hasil survei dari berbagai Lembaga.
Ganjar Pranowo, Prabowo Subianto, dan Anies Baswedan. Entah mengapa untuk bacapres kedua jarang terlihat di hadapan rakyat, jadi yang ingin kubahas Ganjar dan Anies saja. Deklarasi Anies sudah lama dilakukan dari 2022, sedangkan Ganjar kurang lebih baru tiga minggu lalu.
Ganjar baru berkunjung ke Jawa Timur saja, sedangkan Anies sudah sampai ke luar Pulau Jawa. Apa yang kalian lihat dari perbedaan safari keduanya? Satu yang paling mencolok adalah keramaiannya.
Kalo Anies lebih ke urakan, tapi saat Ganjar menyambangi rakyat itu keramaiannya yang muncul karena kekompakan yang dibumbui dengan humor dan friendly. Sedangkan di setiap kunjungan Anies selalu mendapat problem.
Di Aceh kala itu ada masalah perizinan tempat yang menghambat acara kampanye disana. Persoalannya agak rumit hingga dapat sorotan media. Bukan persoalan perizinan, nyatanya Anies sudah memulai aksinya untuk mempermainkan politik identitasnya, dengan menggunakan masjid Baiturrahman untuk menandatangani petisi dukungan.
Aduh pusing, kalau hanya yang ngomong netizen macam aku begini, lewat tulisan saja mampunya, digubris juga tidak. Biarlah nanti diurus oleh BAWASLU saja ya, kawan.
Bergeser ke Riau, acaranya juga heoh dengan panggung yang ambruk saat relawan unjuk muka di atas panggung untuk bersalaman. Aduh kalau Ganjar, tidak perlu warga atau relawannya yang ke panggung ya, cukup dia yang turun untuk berbaur saja di tengah lautan pendukungnya.
Ya, mungkin Anies enggan, atau karena tidak ada kamera yang menyorotinya?
Oke selanjutnya move ke safari politik Anies di Surabaya, tepatnya di masjid Al-Akbar. Yah walaupun sangat menyalahi aturan karena kampanyenya Anies kebanyakan dilakukan di masjid, karena bau politik identitas masih kental padanya.
Surabaya memang bukan satu-satunya yang menunjukkan pagelaran Anies untuk berkampanye, tapi yang sampai kebangetan itu ketika tahu tim dibalik layar yang mendatangkan massa dengan bus pariwisata hanya untuk meneriakinya “Anies Presiden” sehabis Jumatan. Aku sampai geleng-geleng kepala melihat pertnjukan yang dilakukan mereka untuk curi perhatian warga Surabaya.
Berbanding terbalik saat di Madura, Anies hanya ditemani tim dan para kameramen saja tatkala masuk di gang pemukiman warga. Tidak seriuh saat di masjid Al-Akbar Surabaya, malah sepi suasananya, ramai juga karena orang-orangnya Anies saja. Bahkan pintu rumah di kanan kiri jalan gang tertutup rapat, tidak ada warga yang keluar menyapanya.
Keengganan warga ini nyatanya juga terasa di Kabupaten Bima di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Pasalnya kedatangan Anies di sana harus dipancing dulu dengan barisan hadiah, agar warga di Bima bersedia menyambut kehadirannya.
Agar suasana ramai, Nasdem harus mengeluarkan modal banyak dengan menyebarkan kupon-kupon untuk warga yang mau menyambut capresnya. Beda dengan Ganjar yang mengunjungi warga di Jawa Timur beberapa hari lalu.
Silaturahmi ke Surabaya untuk memenuhi undangan halal bi halal dari arek-arek Suroboyo. Di sana Ganjar juga sharing bersama pelaku UMKM, dan meresmikan Pandegiling sebagai posko kemenangan dalam pilpres mendatang.
Begitu pula saat berada di Jember, dari olahraga paginya yang sudah mulai dihampiri warga hingga konsolidasi dan sosialisasi kemenangan di GOR PSKSO. Semua warga Surabaya berkumpul dan rela berdesak-desakan demi bertegur sapa, bersalaman, dan sekedar berswafoto dengan Ganjar.
Di setiap tempat, wejangan selalu terlontar untuk para pendukungnya, untuk selalu menjaga kekompakan dan yang paling penting untuk bijak dalam bermedsos. Tak ada ucapan dan tindakannya yang menyinggung warga, semua pure keluar dari hatinya.
Apalagi pesan agar bijak dalam bermedsos tadi, tujuannya untuk menciptakan kerukunan dan pastinya demokrasi sehat yang menggembirakan.
Dalam penuturannya ketika konsolidasi, ia sisipkan bagaimana suara di luar sana yang menggemakan kesulitan untuk bersilaturahmi dengan warga di Tapal Kuda. Tapi Ganjar menepisnya, karena sambutan hangat dan luar biasa yang ia rasakan selama di Jember.
Dari situlah capres PDIP itu menyimpulkan, bahwa adab bertamu menjadi hal penting ketika srawung dengan warga. Karena itulah yang membuat kehadirannya di tengah warga Jawa Timur dapat diterima.
Mendengar apa yang diutarakan Ganjar, sontak mataku mengerling ke arah capres Nasdem tadi yang sulit diterima warga di setiap daerah. Entah karena adabnya, atau rekam jejaknya yang merugikan saudara kita di DKI Jakarta.
Tapi seperti apa yang diungkapkan Ganjar bahwa adab ini memang selalu menjadi hal penting, saat bertamu. Makanya adab bertamu, dan attitude yang lain sudah masuk dalam kurikulum pembelajaran di bangku pendidikan sekolah. Karena kalau tidak begitu, bisa-bisa attitude akan tergerus oleh zaman modern yang apa-aoanya serba canggih ini.
Seperti teman-teman yang selalu mendatangi rumahku, yang jadi penilaian ibuku bagaimana attitudenya. Begitu pula dengan para capres tadi yang bertamu ke setiap penjuru daerah, pastinya yang pertama kali disorot adalah first impression, attitude ataupun adabnya.
0 Komentar