1.500 adalah jumlah tamu undangan yang hadir dalam resepsi pernikahan kakakku beberapa bulan yang lalu. Sebagai adik, aku juga ikut menyalami tamu undangan yang datang. Bukan hanya menyalami mereka, senyum dan obrolan-obrolan kecil dengan sanak saudara juga mengalir penuh tawa.
Kalau untukku tidak menjadi masalah besar, tapi untuk orang tuaku yang powernya sudah menurun, pastinya melelahkan. Namun nyatanya hal tersebut tidak berlaku bagi gubernur seenergic Ganjar Pranowo, yang tidak kenal lelah menyalami warganya dalam acara open house di Karanganyar.
Beberapa hari yang lalu, acara silaturahmi atau yang biasa kita sebut dengan halal bi halal digelar Ganjar di tiga daerah tujuan mudiknya. Yang pertama Purbalingga tempat keluarga istrinya tinggal, kedua di Kutoarjo tempat tinggal kedua setelah ayahnya dipindah tugaskan, dan ketiga di Karanganyar tempat lahirnya dan menghabiskan masa kecilnya.
Walaupun tidak ada undangan dalam open house di Purbalingga dan Kutoarjo, tamu yang berdatangan cukup banyak. Namun jumlahnya tak sembludak ketika Ganjar menggelar open house di Tawangmangu, Karanganyar. Dari pagi hingga malam tamu terus datang silih berganti.
Jumlah tamu yang datang mencapai 10.000 orang, baik dari tetangga di sekitar tempat tinggal sang gubernur, warga dari luar kota, luar provinsi, hingga luar pulau Jawa. Antusias warga untuk bertemu Ganjar ini nampak kental, tatkala wajah sumringah mereka muncul disela-sela antrian panjang untuk bersalaman, foto bersama, hingga bertegur sapa dengan capres PDIP itu.
Inilah mengapa banyak orang menilai Ganjar adalah orang yang sumeh (murah senyum), grapyak (suka bertegur sapa), dan semanak (akrab, kekeluargaan dan rendah hati). Jadi ingat dulu tips bahagia yang Ganjar bagi dengan Boy William. Melihat raut wajah bahagia mereka yang mengajak salaman, berfoto hingga mengajaknya berbincang, adalah rangkaian kebahagiaan yang menyalur dalam dirinya.
Faktanya hal tersebut hanya kudapat dalam diri Ganjar seorang saja, dari tiga capres yang santer menjadi buah bibir masyarakat. Bayangkan dulu kalau Prabowo dalam posisi Ganjar, aku yakin 100% menhan satu itu tidak akan menyanggupinya.
Jangankan berdiri selama 7 jam untuk menyalami warganya, 1 jam saja Prabowo belum tentu kuat dan pastinya belum tentu mau juga. Prabowo ini terkenal akan keotoriterannya yang mengingatkan kita tentang kejadian hilangnya aktivis 1998.
Sifat temperamentalnya kembali tersorot public, tatkala kadernya sendiri yang mengajak selfi justru dimarahi habis-habisan oleh sang ketum. Hanya foto, tidak sampai 5 menit kok sudah tidak betah ya? Padahal itu dengan kadernya sendiri, bisa jadi sebagai ajang latihan sebelum berbaur dengan rakyat Indonesia yang jumlahnya jutaan.
Tidak seharusnya Prabowo menghabiskan energinya untuk marah-marah hanya karena foto selfie, akan lebih baik jika Prabowo cukup menegur kadernya saja. Memangnya kader mana sih yang ditegur tidak bergeming? Hanya dengan teguran pasti mereka paham, bahwasanya ketum mereka tidak mau diajak berswafoto. Easy bukan kalau seperti itu? Tidak semua bisa diselesaikan dengan marah-marah apalagi ngamuk sampai semua takut ya, wahai capres elite Gerindra.
Belum lagi kejadian ibu-ibu berebut buku yang juga berhasil menyulut amarahnya. Hanya buku kawan, coba Prabowo janjikan untuk membeli buku lagi buat para ibu-ibu, atau paling tidak diayem-ayem dengan kata-kata “tenang, semua bakal kebagian, kalau tidak kebagian nanti saya belikan lagi” gitu kan enak.
Tapi nyatanya pemimpin satu itu tidak sebijak yang aku pikirkan. Ya bagaimana bisa mengayomi warganya, jika dengan warga saja tidak menjaga sikap? Sama halnya dengan capres bontot yang pendukungnya gemar bikin hoax, dia Anies Baswedan.
Membayangkan dia berdiri berjam-jam untuk bersalaman ke warga, sepertinya sangat sulit. Pasalnya dia ini kembarannya Prabowo, kalangan elite yang untuk bersalaman saja harus pandang bulu dulu siapa yang disalaminya.
Hoho, jangan lupakan video yang viral kala itu memperlihatkan Anies ogah-ogahan menyalami warga yang menghampirinya, hanya karena tidak ada kamera yang membidik aksinya. Yang lebih parahnya dan bikin geram hingga geleng-geleng kepala, saat dia mengusap-ngusap tangan bekas salamannya dengan satu orang yang tidak tertangkap lensa kamera tadi.
Jadi semakin yakin bukan kalau Anies ini cuma acting jadi pemimpin merakyat saja. Lihat noh di bawah kamera, dia mau berdesak-desakan demi disebut pemimpin yang dekat dengan rakyat atau capres idaman rakyat. Sedangkan di suasana yang sedang lengang-lengangnya, dia malah tidak mempedulikan rakyat dan dengan angkuhnya berjalan tanpa melihat siapa yang mengajaknya salaman.
Arogan betul capres Nasdem itu, giliran ada perempuan yang nemplok dielus-elus. Asal setelahnya dapat predikat pemimpin merakyat dia menghalalkan cara yang senonoh, karena tidak etis dilihat publik.
Perbuatannya yang sering tercapture warganet itu justru menurunkan gradenya sebagai pemimpin. Maka dari itu, Anies bisa nyalami rakyat jika kamera stand by terus di dekatnya, selain itu sorry ga dulu. Ya, pers mana yang mau nyalain kameranya selama 7 jam hanya untuk merekam Anies bersalaman dengan warga? Mungkin pers sewaannya baru bisa ya, hahaha.
Sudahlah, unggah-ungguh dari ketiga capres ini, yang terbukti tulusnya hanya satu. Pasti yang surveinya di nomor satu itu, siapa lagi kalo bukan Ganjar Pranowo. Yang lain ga dulu ya. Kalo dekat-dekat dengan Prabowo takut kena marah karena temperamentalnya yang tinggi. Sedangkan Anies harus ada jaminan “satu, dua, tiga, kamera action” dulu, baru mau bersalam-salaman dengan rakyat.
0 Komentar