Ada adegan dalam film Narcos yang sampai sekarang masih menempel di benakku. Yakni ketika Kolonel Horacio Carrillo menolak satu juta dolar uang suap dari Pablo Escobar. Orang itu lebih memilih mati demi menegakkan keadilan daripada bersekutu dengan mafia.
Serial bikinan Netflix itu aku
pikir bukan hanya tontonan menghibur, tapi juga memberikan banyak pelajaran
berharga. Perjalanan penangkapan gembong narkoba paling buas di dunia itu
memberikan gambaran lika-liku soal eksistensi manusia. Namun dari sana kita
tahu fakta lain soal kehidupan ini, bahwa tidak semua hal ternyata bisa dibeli
dengan uang, salah satunya hati nurani.
Dalam konteks hari ini, aku
membayangkan, Escobar adalah godaan terbesar bagi para pejabat. Suap,
grativikasi, tak bisa dipungkiri pastilah sangat menggiurkan. Sekalipun itu
tindakan yang jelas-jelas melanggar hukum, nyatanya tetap saja sulit untuk
dihilangkan.
Pertanyaannya kemudian, apakah
keberanian Horacio Carrillo itu juga masih dimiliki pejabat kita hari ini?
Ada, tentu saja ada, aku bahkan
menjawabnya dengan rasa optimis bahwa orang itu salah satunya adalah Ganjar
Pranowo. Jika melihat rekam jejaknya sebagai gubernur, Ganjar memang sangat
keras melawan praktik-praktik kotor di lingkungan birokrasi.
Aku masih ingat ketika dia
mengamuk dan memarahi pemborong bangunan gedung sekolah karena ditemukan spek
material yang buruk. Dia telpon langsung pemborongnya dan mengancam akan
menindak secara hukum jika bangunan tidak dibenahi.
Tidak mungkin Ganjar setegas
dan sekeras itu jika dia turut menikmati uang atas pembangunan itu. Ganjar
bebas bicara apa saja karena dia bersih dan tidak terikat kepentingan apapun.
Ketegasan Ganjar yang satu ini
memang sudah teruji. Dia bahkan tercatat pernah memecat pejabatnya yang
ketahuan korupsi. Jateng di bawah komando Ganjar pun telah beberapa kali
menerima penghargaan dari KPK. Tak mungkin penghargaan-penghargaan itu mampir
jika Ganjar tidak tegas memberantas praktik kotor tersebut.
Dalam perjalanan politiknya,
Ganjar memang pernah dituduh menerima uang dari kasus EKTP. Tapi kemudian
terbukti tidak ada keterlibatan Ganjar dalam kasus itu. Bahkan dari berita
acara pemeriksaan Miryam, sosok yang membagikan uang korupsi itu, dia menyebut
Ganjar menolak pemberian uang darinya. Bahkan, dia bersaksi, dari pimpinan
Komisi II DPR, cuma Ganjar yang menolak uang USD 3.000 darinya!
Aku pikir itulah sebuah
keberanian. Bagi seorang pemimpin keberanian tentu bukan hanya soal pidato yang
menggebu-gebu, namun juga seberapa besar ia bernyali meninggalkan tradisi buruk
yang sudah lama mengakar di lingkungan birokrasi: grativikasi.
Dengan keberanian itu, Ganjar
sudah pasti tidak disukai pejabat-pejabat yang korup. Mereka pasti dendam bukan
main karena siasatnya memanfaatkan jabatan untuk mengeruk pundi-pundi kekayaan
jadi terganggu. Tapi itulah yang sejatinya dibutuhkan dari seorang pemimpin
hari ini.
Dengan menerima grativikasi
untuk keuntungan pribadi, sudah pasti itu akan mempengaruhi kerja dan keputusan
seorang pejabat. Kesadaran inilah yang sepertinya dijaga betul oleh Ganjar.
Bahkan dia tak bosan untuk terus mengingatkan hal itu pada jajarannya di
pemerintahan. Tanpa keinginan untuk memberikan pelayanan yang terbaik bagi
masyarakat, tak mungkin kesadaran semacam itu lahir.
Sekarang perjalanan karir
politik Ganjar akan dipertaruhkan pada 2024. Aku tidak tahu, apakah
keberaniannya melawan korupsi selama ini menjadi modal baginya untuk
memenangkan kontestasi, atau tidak.
Kolonel Horacio Carrillo pada
akhirnya memang mati karena kejujurannya, dan ia pun pergi dalam keadaan
terhormat. Aku tidak tahu seperti apa akhir perjalanan seorang Ganjar. Jika
kemudian dia kalah dalam kontestasi, artinya kita telah kehilangan sosok
pemimpin yang jujur, bersih dan berani.
0 Komentar