Gubernur Jawa Tengah
(Jateng) Ganjar Pranowo bertemu dan berbincang dengan empat anak muda dari
berbagai bidang untuk mendengarkan aspirasi dan menyampaikan gagasan terkait
isu lingkungan, perempuan, dan demokrasi. Salah satu isu yang dibahas dalam
pembicaraan itu adalah terkait dengan digitalisasi di Jawa Tengah hingga soal
buzzer politik.
Adapun keempat sosok muda yang berbincang dengan
Ganjar, yakni Executive Director Girls Can Lead, Abigail Saveria; Co-Founder
Bicara Udara, Novita Natalia; TikTok Content Creator, Inspektur Nguyen, Kevin
Geraldi; dan Peneliti Politik, Edbert Gani. Bincang-bincang Ganjar dengan
keempat orang itu diunggah dalam akun YouTube pribadi Ganjar Pranowo dengan
diberi judul 'GANJAR CUMA BISA LARI?' LARI adalah singkatan Langkah Anak Muda
Republik Indonesia.
Awalnya Ganjar mendapat pertanyaan terkait
buzzer yang dianggap kerap mengganggu demokrasi, membunuh karakter pengkritik
karena teror dan doksing. Apakah Ganjar setuju dengan aktivitas buzzer selama
ini?
Menjawab hal tersebut,
Ganjar bercerita pengalaman saat awal dirinya memimpin Jateng tahun 2013 lalu.
Ganjar menguji mental dirinya dan bawahan di Pemprov Jateng dengan membuka
pelayanan birokrasi hingga pengaduan masyarakat Jateng.
"Saya bukan birokrat karir di Pemerintah
Provinsi Jawa Tengah, begitu saya masuk, ikut saya dong. Lalu kami mulai buka,
saya wajibkan seluruh OPD saya harus punya akun medsos, dimulainya dari Twitter
dan mesti centang biru. Apa yang terjadi? Dihajar habis tiap hari, dimaki-maki
tiap hari. Jadi waktu rapat itu saya lihat wajah staf-staf saya stres semuanya.
Saya bilang eh ini ujian mental baru yang pertama, belum yang kedua," kata
Ganjar dalam akun YouTube pribadinya seperti dilihat detikcom, Rabu (7/6/2023).
Ganjar menyebut kebijakannya itu tanpa disadari
memaksa pelayan publik di Jateng untuk melakukan pelayanan yang prima kepada
masyarakat. Dia ingin agar jajarannya merespons semua komplain dari publik yang
masuk via WhatsApp, SMS, website hingga aplikasi LaporGub!.
"Orang mau datang ke Pemprov, WA, SMS, web,
aplikasi semua kanal kita buka, banjir (komplain). Saat itulah energi kayak
kalian tadi, wah saya dibully, masuk semua, ngamuk semua. Karena selama ini
kita tidak pernah memberikan pelayanan yang excilent, kita jelek, kita buruk,
kita korup, kita minta-minta, kita mempersulit," ucapnya.
Semua komplain yang masuk ke berbagai platform
pelayanan pengaduan di Jateng itu akan masuk juga laporannya langsung ke
Ganjar. Dia tak segan menghubungi langsung bawahannya jika ada aduan masyarakat
yang tak segera ditangani.
"Ini era viralisme, paham baru. Ketika
pemerintah tidak merespon dengan baik, dunia digital memaksakan, suka tidak
suka. Maka dalam kondisi ini, sosiologinya sudah berubah. Sekarang sudah
terbiasa mental mereka ya seperti pendukung MU hahaha," ujarnya.
Kemudian terkait
buzzer, apakah Ganjar tidak masalah dengan eksistensi buzzer politik selama
ini? Dia menyinggung kemenangan Jokowi terpilih sebagai presiden dua periode
itu tak lepas dari kampanye yang dilakukan di media sosial.
"Ketika Pak jokowi 2 periode ini
memenangkan kontestasi pada saat dunia digital dipake untuk kampanye dan
anak-anak kayak kamu Vin itu banyaknya minta ampun. Maka kampanyenya bergeser
dari dunia rill ke dunia lain. Di situlah kemudian orang masuk tapi memang
tidak ada filternya," kata Ganjar.
Karena orang-orang di media sosial sulit
difilter, Ganjar berseloroh ingin mengadakan kongres buzzer. Dia ingin
mengumpulkan para buzzer agar diberi edukasi terkait etika bermain media
sosial.
"Saya punya pikiran gini, kongres buzzer
yuk! Ayo para buzzer kita kumpul, kita belajar etika. Nanti kita panggil para
senior-senior jurnalis untuk mengajari kita di tengah kebebasan ekspresi itu
ada hak dan kewajiban," ucapnya.
"Maka ini yang kemudian akan menjadi etika
orang, karena dalam konteks demokrasi, ini nggak bisa ditinggalkan. Maka di
situ perlu pendidikan literasi digital, termasuk literasi untuk ya orang
menyampaikan pendapat, berekspresi, agar kita tidak menyakiti," tambahnya.
0 Komentar