Taksi terbang Ehang 216 unjuk gigi dengan melakukan demo flight kedua di JIExpo Kemayoran, Jakarta Pusat. Prestige Aviation berharap kendaraan tanpa awak ini bisa menjadi moda alternatif transportasi massal yang ramah lingkungan, tapi berapa besaran tarifnya ya?
Executive Chairman Prestige Aviation, Rudy Salim menyebut Ehang 216 bisa menjadi solusi transportasi masa depan dengan tarif lebih murah dibandingkan kendaraan udara konvensional lain seperti helikopter dengan jarak dan waktu tempuh yang sama.
"Tujuannya (Ehang 216) untuk transportasi massal. Kami harapkan para pengguna nanti menggunakan aplikasi bayar atau payment gateway, harganya hanya puluhan ribu atau ratusan ribu bisa terbang. Jadi (individu atau masyarakat) tidak harus beli (unit)," kata Rudy dikutip dari Antara, Senin (1/8/2022).
Sebagai informasi, taksi terbang EHang merupakan kendaraan udara otonom (autonomous aerial vehicle) kelas penumpang berbasis listrik.
Kendaraan ini diproduksi oleh Guangzhou EHang Intelligent Technology Co. Ltd, yang berbasis di China. Sejauh ini, EHang 216 menjadi salah satu model yang diperkenalkan di Indonesia.
Tanpa awak, EHang 216 dikendalikan melalui pusat komando dengan kendali cerdas. Menggunakan seperangkat sistem intuitif, EHang 216 menyediakan lima fungsi inti yaitu: pemantauan, perjalanan terbang, pengendalian, peringatan dini, dan manajemen kluster.
Dengan menggunakan tenaga listrik, EHang 216 ramah lingkungan dan dapat mengurangi kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh emisi. Pengisian daya dapat menggunakan sumber daya listrik 220V atau 380V dalam 1 jam pengecasan paling cepat.
Ehang diketahui bisa menampung muatan maksimal 220 kg. Kecepatan maksimalnya bisa ditempuh 130 km/jam.
Soal harga Taksi Ehang 216 hanya cocok bagi sebagian kalangan pribadi. Rudy pernah menyebut harga taksi terbang EHang 216 tidak semahal harga Lamborghini versi termurah.
Saat ini, Lamborghini termurah yang beredar di Indonesia adalah Lamborghini Huracan. Sementara harga baru Lamborghini Huracan sekitar Rp 8 miliaran.
Di sisi lain untuk mengangkut penumpang, Prestige Aviation masih menunggu penyelesaian dokumen serta syarat kelaikan dan sertifikasi dari Kementerian Perhubungan (Kemenhub).
Melalui Direktorat Kelaikudaraan dan Pengoperasian Pesawat Udara (DKPPU), pengoperasian drone komersial harus melalui proses sertifikasi dan validasi sangat ketat.
Kepala Subdirektorat Sertifikasi Pesawat Udara DKKPU, Agustinus Budi Hartanto, mengatakan Pesawat Udara Tanpa Awak (PUTA) telah menjadi alternatif moda transportasi udara.
Tapi bagi operator penerbangan juga harus tunduk pada ICAO atau Organisasi Penerbangan Sipil Internasional.
"Prosedur kami sebelum ini dioperasikan secara komersial, dari pabrikan akan mengeluarkan Type Certificate dulu, setelah itu baru kita validasi dari pemerintah Indonesia," kata Agus saat ditemui beberapa waktu yang lalu.
"Setelah itu aturan lainnya, dari Prestige harus mengikuti aturan kami. Dari sisi organisasi, personel, dia harus punya lisensi baik dari remote pilot, maupun enginer Kalau untuk pengoperasiannya akan sama dengan pesawat berawak," tambah dia.
0 Komentar